Oleh: Ishak Salim
Memperjuangkan hak-hak disabilitas selain di ranah grassroot, bisa juga di ranah kebijakan. Kali ini kami berupaya mendukung Bappenas untuk memastikan setiap provinsi menyiapkan perencanaan pembangunan berperspektif disabilitas. Kami memilih enam area di mana anggota Formasi di tingkat regional juga eksis. Keenam provinsi itu adalah Banten, Aceh, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara.

Tim pertama kami ke Banten. Saya, Cak Wawa, mbak Rani dan Mas Hafiz yang bertugas. Kami akan empat hari full melakukan assesment awal yang akan menjadi pemantik pemda melanjutkan penyusunan RAD PD atau Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas. Kemarin kami sudah bertemu dengan teman teman aktivis difabel: Pertuni, Gerkatin, Ppdi, Fkkadk, Prodi Pkh, dan Audisi.

Diskusinya kaya sekali, mulai dari pemahaman soal RAD PD dan modal lokal untuk mendukung difabel, kemampuan advokasi, pelibatan dalam ruang ruang publik baik untuk perencanaan maupun perlindungan sosial dan kemungkinan melakukan pemantauan RAD PD. Semua obrolan tercatat dengan baik.

Siangnya, kami ke salah satu Lembaga Kesejahteraan Sosial yang juga adalah pondok pesantren. Pengelolanya dipanggil Abah, Abah Yulianto. Sejak 1995 ia dan keluarganya memutuskan memberikan pelayanan bagi orang dengan gangguan kejiwaan dengan jalan spiritual. Menurutnya, kegilaan itu disebabkan ketidakseimbangan antara hati, pikiran dan jiwa. Jika ada odgj maka menyeimbangkan tiga potensi ini akan dijalankan dengan macam-macam praktik ibadah, seperti: shalat, wiridan, mengaji, dll. Hingga saat ini, sudah 7000-an pasien ditangani sejak 1990an.

Selain mengobrol dengan Abah, kami juga mengobrol dengan dua pasien yang sudah sembuh serta mengunjungi ruang ruang pasien. Tempatnya cukup jauh dari Serang, ke arah pesisir. Perjalanan ditempuh sekitar 45 menit.

Besok/hari ini, kami akan ke dinas ketenagakerjaan, PUPR, dinsos dan beberapa dinas lainnya.