Nur Syarif Ramadhan (aktivis/pegiat disabilitas; Direktur Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Yayasan PerDIK); Ketua Eksekutif Nasional Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif Disabilitas/Formasi Disabilitas)
Saya ingin mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait sikap yang diambil oleh PGRI Makassar dalam kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang guru SLB terhadap seorang remaja Tuli. Kita tidak bisa membiarkan tindakan seperti ini dibenarkan atau dipertahankan atas dasar alasan apapun, termasuk klaim pembelaan yang datang dari pihak-pihak tertentu, seperti PGRI. Pembelaan terhadap pelaku hanya akan memperburuk luka yang dialami korban dan merusak integritas profesi pendidikan itu sendiri.

Pelecehan seksual adalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius, yang tidak bisa dibenarkan oleh alasan apapun. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jelas diatur bahwa setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Dalam hal ini, korban adalah seorang anak yang berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan sosial. Bahkan, menurut UU No. 35 Tahun 2014, pelaku pelecehan seksual terhadap anak berpotensi dihukum dengan pidana penjara yang berat.

Selain itu, sebagai seorang pendidik, guru memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk menjaga integritas serta melindungi murid dari bahaya, bukan justru menjadi pelaku kejahatan. Kode Etik Guru Indonesia, yang menjadi pedoman dalam perilaku profesional guru, menegaskan bahwa seorang guru harus berperilaku jujur, adil, dan bertanggung jawab atas tindakannya. Pembelaan terhadap pelaku oleh PGRI Makassar, jika terbukti tidak didasarkan pada bukti dan prinsip keadilan, hanya akan merusak citra profesi guru yang selama ini dihormati masyarakat.

Dukungan yang diberikan oleh PGRI Makassar kepada pelaku justru menggambarkan sikap yang tidak sensitif terhadap penderitaan korban dan keluarga. Sebagai masyarakat, kita harus mendukung para korban kekerasan seksual dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil. Setiap individu, terutama anak-anak dan difabel, harus diberikan hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan, tanpa diskriminasi atau pembelaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.

PGRI Makassar perlu mengevaluasi kembali sikap mereka dan berpihak pada keadilan yang benar, bukan pada perlindungan terhadap tindakan yang mencederai integritas profesi dan hak asasi manusia. Semua pihak harus mengedepankan prinsip moral yang jelas: tidak ada toleransi terhadap pelecehan seksual, terutama oleh seorang pendidik.

Aparat penegak hukum perlu untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan profesionalisme dan mengedepankan hak-hak korban, bukan melindungi pelaku. Kita semua harus berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi semua anak, termasuk anak yang memiliki disabilitas, tanpa pengecualian. [NurSyarif R]

Referensi: https://rakyatsulsel.fajar.co.id/2024/11/21/pgri-ajukan-penangguhan-penahanan-guru-slb-laniang-ke-polrestabes-makassar/