Oleh Ishak Salim
Satu malam lalu, kawan-kawan pengurus FORMASI Disabilitas dan tim penulis Catatan Tahunan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas berkumpul di Jogja. Kami akan dikarantina untuk menyelesaikan tulisan dengan 13 bab untuk keseluruhannya.
Tapi, pertemuan di Jogja bukan hanya pertemuan tim penulis. Ada juga pertemuan lain yang sungguh penting, yakni Sarasehan Formasi Disabilitas dan Komnas Disabilitas. Buat kami yang merasakan pergolakan diskursus pembentukan KND dalam regulasi disabilitas, lalu perekrutannya, hingga terpilihnya para komisioner, pertemuan ini seperti reuni yang menyenangkan.
Komisioner itu, sebagian besarnya adalah kawan-kawan pergerakan yang sudah lama bersama bertukar pikiran dan canda. Bang Jonna Aman Damanik kawan sangat baik yang bertemu pertama kalinya di Denpasar pada 2012 hadir di Jogja. Mas Eka Prastama Widiyanta yang pertama kali bertemu dengannya di Sleman pada Temu Inklusi pertama di 2014, juga hadir. Juga ada Teh Aci atau Fatimah Asri Mutmainnah ketua HWDI Rembang malam itu. Mereka bertemu dan saling mengenalkan institusi dan gagasan serta rencana kerja kolaboratif mulai tahun ini. Kami merasa senang sekali mendengarkan suara mereka dan menatapnya di layar laptopku. Ya, saya tidak ikut. Kami mengikutinya via zoom yang dikelola secara Hybrid oleh Rob Andi
Tapi bukan cuma saya yang dari balik layar. Sebagian anggota Formasi Disabilitas hadir. Pun demikian komisioner lainnya juga hadir malam itu. Bu Ketua Komnas Disabilitas Dante Rigmalia, bu Rachmita Harahap, Pak Deka Kurniawan, dan Pak Kikin P Tarigan juga hadir dalam sarasehan.
Sarasehan dipandu oleh Nur Syarif Ramadhan. Dengan gayanya yang to the point, ia memanggil Mas Joni Yulianto sebagai Ketua Formasi Disabilitas untuk memberikan sambutan selamat datang buat kawan-kawan dan komisioner. Memang, Formasi Disabilitas malam ini sebagai tuan rumah.
Mas Joni tidak panjang lebar, hanya ujaran singkat saja dan karena malam itu hadir juga Pak Craig Ewers, pimpinan AIPJ2 sebagai kawan yang selalu mendukung pergerakan disabilitas, Mas Joni mengundangnya bicara. Pak Craig senang sekali dengan pertemuan ini. Ia malam itu menyampaikan dukungannya dan menyatakan bahwa komisioner yang baru ini sungguh progresif di awal kerjanya.
Selanjutnya perkenalan. Satu persatu komisioner bicara dan menyampaikan hal-hal yang sifatnya official dan personal sekaligus. Kebetulan malam itu saya ditugaskan menjadi Rapporteur dan ini pekerjaan membuat saya harus mencermati perbincangan dan mencatat hal-hal penting selama sarasehan.
Berikut saya mau bagi, apa yang saya petik dari obrolan kami yang malam itu cukup terasa panjang namun tampak begitu bernas dan menggairahkan.
Pertama, mengenal KND lebih dekat, bukan hanya berdasar regulasi, namun juga sangat personal dan segi politik sehari-hari di tengah tantangan luar biasa yang mereka hadapi. Tapi, seperti kata Bang Jonna, di antara pergulatan yang dihadapi, komisioner juga melakukan lompatan-lompatan emejing. Ia mencontohkan soal Pusat Kontak 143 yang nantinya akan sangat bermanfaat di mana difabel di seluruh Indonesia bisa menyampaikan keluhan terkait pengabaian hak-hak mereka. Ia membandingkan misalnya ada kementerian yang membutuhkan waktu 4 tahun untuk bisa membuat kontak center serupa.
Kedua, terkait imajinasi yang perlu dijaga, khusunya terkait dengan kerja-kerja kolaboratif yang perlu terus digalakkan. Bukan hanya pelibatan difabel (partisipasi) secara personal tapi bersama dengan kekuatan yang dimiliki oleh Komnas Disabilitas dan Organisasi Disabilitas/OMS. Imajinasi ini yang menurut Mas Joni kemudian menyatakan bahwa kita perlu membangun kultur baru khususnya dalam melakukan ‘Pemantauan Kolaboratif‘.
Ketiga, Sejauh ini, KND bergerak dan terus belajar lebih banyak untuk isu spesifik dan terus menerus mengenali, mengamati dan menganalisis hal-hal terkait disabilitas. Di sinilah mereka benar-benar berhadapan dengan keberagaman disabilitas, mulai dari soal peristilahan sampai pergerakan.
Keempat, KND sedang membangun sinergitas antara dengan sejumlah kementerian/lembaga terkait. Beberapa contoh disampaikan secara bergantian. Kadang oleh Mas Eka, Teh Aci, Bang Jonna, bahkan Pak Deka dan Kikin juga turut. Bu Ketua yang hadir kemudian juga banyak memberikan pikiran-pikiran bernas dan pengalaman-pengalamannya selama menjadi komisioner.
Bu Dante mencontohkan kerja sama dengan kementerian Kesehatan untuk isu ODGJ. Menurutnya, kemenkes perlu memperkuat aspek preventif. Jangan disabilitas bertambah padahal bisa kita cegah (preventable disability). Kementerian lain adalah dengan Kemenaker untuk memperjuangkan hak pekerjaan, dukcapil untuk memastikan pendataan disabilitas berjalan komprehensif dan seterusnya.
Kelima, Suara dari anggota Formasi agar kita perlu memahami kedisabilitasan itu sendiri; suara kita harus lebih bergaung, bahkan sebagaimana pengalaman dari Flores yang disampaikan Om Ambrosius mereka menemui sinode dan menyuarakan suara disabilitas ke rohaniwan/wati.
Keenam, terkait KND yang independen, di mana ada anggapan dengan penganggaran yang masih nyantol di Kemensos diduga akan menghambat kinerja Komnas Disabilitas. Penjelasan Bu Ketua soal ini bagus sekali. Ia bilang, urusan Komnas Disabilitas dengan kementerian sosial itu hanya sekitar 5% saja. Sementara 95% itu dengan kementerian/lembaga lainnya, jadi jangan khawatir. Baginya, independensi itu ditunjukkan pada integritas para komisioner dan institusinya untuk terus menonjolkan independensinya. Lagi pula, regulasi sudah menyebutkan Komnas Disabilitas (atau KND) bukan lembaga struktural dan bertanggungjawab langsung ke Presiden.
Ketujuh, KND membutuhkan percepatan-percepatan dalam menangani sejumlah hal, dan untuk itu, Kita perlu berkolaborasi tiada henti.
Kedelapan, pendataan disabilitas adalah kunci atas perkembangan, perluasan, percepatan partisipasi difabel. Kita masih perlu memperjuangkan untuk mendorong agar kemensos dan BPS serius memperjuangkan adanya sensus disabilitas. Saat ini, Adminduk (kemendagri) terkait biodata penduduk; sudah mulai ada pendataan untuk data pilah disabilitas terkait jaminan sosial, Kesehatan, ketenagakerjaan; kedepan untuk perluasan pemanfaatan.
Kesembilan, Untuk pencapaian itu, kita membutuhkan Pemantauan Kolaboratif: Kolaboratif dibangun atas saling paham, kritis, seideologis; kita membangun kultur baru (Penyampaian Mas Joni)
Kesepuluh, Kami bersepakat untuk semakin memperkuat advokasi yang memiliki daya dorong demi terjadinya perubahan sosial yang lebih bermakna.
Kesebelas, DRI (Disability Rights Indicators; Indikator Pemenuhan Hak-hak Disabilitas) yang kita susun setidaknya harus diwujudkan. Saat menyampaikan hal itu, Mas Joni juga menyatakan agar kita perlu berkunjung balik ke Komnas Disabilitas.
Hal penting lain menurut Mas Joni bahwa dalam konteks mencari tahu kinerja pemenuhan hak-hak disabilitas, kita perlu meminta setiap kementerian untuk menyiapkan jawaban-jawababn atas pertanyaan kita yang berdasark DRIs.
Keduabelas, Masih menurut mas Joni, tantangan kita lainnya adalah HARMONISASI. Menurutnya, kedepan akan banyak keluar Perda Disabilitas atau RAD Disabilitas dan saat itu kita perlu memastikan terjadinya harmonisasi terkait implementasinya. Kita punya pengalaman di mana hak disabilitas terlanggar akibat kekeliruan aparat memahami regulasi yang berdampak pada pengabaian hak disabilitas.
Itu catatan kami. Kami merasa penting untuk membaginya ke kawan-kawan semua!
Enjoy Weekend!
Komentar Terbaru