Oleh Tim FORMASI DISABILTIAS (Forum Masyarakat Peduli Pemantau Indonesia Inklusi – Disabilitas)

Membaiknya perspektif disabilitas dari individual model of disability menjadi social and rights model of disability telah membentuk kebijakan maupun regulasi bergerak ke arah penghormatan, perlindungan dan pemenuhan Hak-Hak Disabilitas. Dua regulasi paling utama terkait disabilitas adalah UU N0. 19 tahun 2011 tentang ratifikasi Konvensi Hak-Hak Disabilitas dan UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Kedua UU ini isinya tak jauh berbeda, karena UU Penyandang Disabilitas merupakan bentuk kewajiban setiap negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut. Selain itu, sebagai turunan UU Penyandang Disabilitas, pemerintah telah mengesahkan beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan peraturan Menteri serta kebijakan-kebijakan skala daerah.

Berdasarkan kajian atas materi UU Penyandang Disabilitas, maka UU ini terdiri dari 153 pasal dalam 13 bab. UU ini mengamanatkan 18 ketentuan peraturan pelaksanaan agar UU ini lebih operasional di tingkat pemerintah. Kedelapan belas peraturan pelaksanaan itu terdiri dari 15 Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Presiden dan 1 Peraturan Menteri. Adapun sektor-sektor kepemerintahan yang mengaturnya terdapat 24 Sektor (Kementerian/Lembaga terkait) sebagaimana diatur dalam UU Penyandang Disabilitas, 30 lembaga negara dan 10 pihak swasta.

Guna mengoperasionalkan kedua regulasi tersebut, saat ini, pemerintah telah mengesahkan 7 Peraturan Pemerintah dan 2 peraturan presiden, yakni:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Terhadap Penghormatan, Pelindungan, Dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. 
  4. PP No. 39 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
  5. PP No. 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap permukiman, Pelayanan Publik dan Pelindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas
  6. PP 60 tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan
  7. PP 75 tahun 2020 tentang Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas
  8. Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Penghargaan dalam Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas.
  9. Peraturan Presiden (Perpres) No.68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas (KND) 

Tetapi, kebijakan disabilitas dalam regulasi bukan hanya berdasarkan kedua UU dan turunannya, namun juga beririsan dengan aturan-aturan lainnya, seperti terkait urusan pemilu, hukum pidana, pemasyarakatan, lalu lintas dan angkutan jalan, badan usaha milik negara, penanggulangan bencana, perlindungan pekerja rumah tangga, ASN, keolahragaan nasional, kesejahteraan ibu dan anak, ketahanan keluarga, profesi psikologi, cipta kerja, perlindungan data pribadi, sistem pendidikan nasional, ibu kota negara, dan sistem perencanaan pembangunan nasional.

Begitupula terdapat sejumlah peraturan pemerintah yang beririsan dengan isu disabilitas walaupun bukan turunan dari kedua UU di atas, seperti

Ratifikasi Perjanjian Internasional yang diatur dalam Perpres Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan Traktat Marrakesh untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi bagi Penyandang Disabilitas Netra, Gangguan Penglihatan, atau Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak.

Selain itu, termasuk juga terkait administrasi kependudukan, penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dan kesehatan kerja.

Pun demikian aturan-aturan di tingkat kementerian, yang bersinggungan dengan isu disabilitas yakni sistem informasi administrasi kependudukan, pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan bagi penduduk rentan administrasi kependudukan, syarat dan tata cara pengenaan tarif masuk museum untuk kegiatan penelitian, tamu negara, penyandang disabilitas, yatim piatu, dan lanjut usia, pedoman kriteria penetapan kecelakaan kerja, cacat, dan penyakit akibat kerja serta kriteria penetapan tewas bagi pegawai aparatur sipil negara, penyediaan aksesibilitas pada pelayanan jasa transportasi publik bagi pengguna jasa berkebutuhan. Perlahan-lahan, pengaturan disabilitas akan semakin kompleks dan mengarusutama.

Dalam konteks irisan kebijakan inilah, kebutuhan pemerintah dan perangkat negara lainnya untuk melakukan penyesuaian atau harmonisasi hukum dibutuhkan. Harmonisasi hukum ini bertujuan untuk merealisasi keselarasan, kesesuaian, keserasian, keseimbangan di antara norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan sebagai sistem hukum dalam satu kesatuan kerangka sistem hukum nasional. Dalam konteks perlindungan penyandang disabilitas, harmonisasi hukum ini sangat penting mengingat isu disabilitas merupakan isu lintas sektoral yang terkait dengan banyak aspek seperti pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Harmonisasi hukum dilakukan dengan melakukan penyesuaian unsur tatanan hukum yang berlaku dalam kerangka sistem hukum nasional (legal system) yang mencakup komponen materi hukum (legal substance), komponen struktur hukum beserta kelembagaannya (legal structure) dan komponen budaya hukum (legal culture).

Salah satu PP yang terkait erat dengan instrumen pemenuhan Hak-Hak Disabilitas ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Terhadap Penghormatan, Pelindungan, Dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas. Dalam PP Perencanaan Disabilitas ini, terdapat lampiran mengenai Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD), di mana didalamnya terdapat 7 sasaran strategis yang menjadi fokus perhatian pemerintah mengupayakan pemenuhan Hak-Hak Disabilitas, pelibatan DPOs dalam penyusunan RIPD dan Pengawasan DPOs terhadap proses pelaksanaan RIPD.

RIPD merupakan rencana pemerintah dalam jangka Panjang, yakni 25 tahun. Saat ini, demi menyiapkan rencana kerja yang lebih terstruktur, pemerintah pusat sedang menyiapkan rencana jangka menengah (5 tahun) melalui kebijakan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN-PD 2020 – 2024) yang akan diikuti oleh setiap daerah provinsi maupun kabupaten/kota dengan Rencana Aksi Daerah (RAD).[1] Sementara itu, setiap tahunnya, pemerintah akan menyiapkan rencana jangka pendek (tahunan) yang disusun dalam program dan kegiatan kementerian/lembaga, serta perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota terkait penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan Hak-Hak Disabilitas.

Ketujuh sasaran strategis dalam RIPD terdiri atas:

  1. Pendataan dan Perencanaan yang inklusif bagi Penyandang Disabilitas;
  2. Penyediaan lingkungan tanpa hambatan bagi Penyandang Disabilitas;
  3. Perlindungan hak dan akses politik dan keadilan bagi Penyandang Disabilitas;
  4. Pemberdayaan dan kemandirian Penyandang Disabilitas;
  5. Pewujudan ekonomi inklusif bagi Penyandang Disabilitas;
  6. Pendidikan dan keterampilan bagi Penyandang Disabilitas; dan
  7. Akses dan pemerataan layanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas.

Saat ini, penyusunan RAN – PD melibatkan 5 (lima) instansi yang tergabung dalam Sekretariat Bersama RAN HAM yaitu Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri sedang disusun. Menurut Maliki (Bappenas), sasaran strategis RAN HAM Penyandang Disabilitas adalah penguatan regulasi dan kebijakan, meningkatnya akses pelayanan hak-hak dasar,  menguatnya sistem pengaduan, pelayanan dan penanganan pelanggaran terhadap Penyandang Disabilitas, tersedianya layanan bantuan hukum, terintegrasinya data penyandang disabilitas dan menguatnya sistem pengawasan dan pemantauan panti-panti sosial Penyandang Disabilitas. Tantangan selanjutnya kemudian, bagaimana agar pemerintah memastikan pelibatan individu maupun kelompok serta organisasi-organisasi penyandang disabilitas dalam menyiapkan RAN dan RAD. Tanpa pelibatan penyandang disabilitas dalam perencanaan, khususnya di daerah-daerah maka itu akan melemahkan kualitas rencana pembangunan[].


[1] Forum Masyarakat Peduli Pemantau Indonesia Inklusif – Disabilitas (Formasi Disabilitas) berdialog dengan pihak BAPPENAS yang menyiapkan rancangan RAN – PD 2021 – 2026 dan memberikan masukan untuk memperkuat rencana lima tahunan ini bagi upaya perlindungan, penghormatan dan pemenuhan Hak-hak disabilitas. Pertemuan dilakukan melalui zoom, pada 2 Februari 2021.

Sumber: EkspedisiDifabel.wordpress.com