Oleh Fransisca Octi Juru Bahasa Isyarat dari Bandung

Obrolan tentang Juru Bahasa Isyarat dalam group whatsapps FORMASI Disabilitas diawali dengan Pak Belly yang membagikan poster acara Gamabilitas. Dalam poster tersebut, tidak menyebutkan acara difasilitasi dengan JBI. Pak Belly yang ikut membagikan informasi acara itu berusaha untuk mendapatkan informasi lengkap terkait acara dalam poster tersebut. Dalam diskusi, Ulya, aktivis difabel dari Cirebon menyampaikan: “Dalam acara disabilitas, alangkah baiknya disediakan JBI juga.”

Pendapat ini sesuai dengan motto atau slogan teman-teman aktivis difabel yaitu “nothing about us without us”. Membicarakan disabilitas sebaiknya melibatkan penyandang disabilitas itu sendiri, terutama teman Tuli yang jarang mendapatkan kesempatan dan aksesibilitas dalam semua acara. Tulisan ini akan menjelaskan tentang apa Itu JBI dan seperti apa tugasnya.

Ketika kita sebagai teman dengar, dalam mengikuti sebuah acara, kita mendapat pengetahuan dari mendengarkan dan melihat acara tersebut. Sedangkan sebagian besar teman Tuli, membutuhkan akses dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan dalam menghadiri suatu acara.

 

Bagaimana dengan situasi saat ini?

Masih banyak acara-acara yang belum ada JBI, sehingga banyak teman Tuli  kurang mempunyai pengetahuan luas dan dalam. Pelibatan teman Tuli masih kurang dalam segala acara, bahkan pengalaman menjadi panitia dalam membuat sebuah acara sangat jarang dialami teman-teman Tuli. Mengajak teman Tuli ikut serta menjadi panitia, ikut merencanakan acara, dan menjadi bagian pelaksanaan acara dapat membuat ‘’orang dengar’’ terlatih dalam berkomunikasi dengan Tuli. Makin mengenal Tuli, kita kita bisa semakin sayang dengan teman Tuli.

Bahasa Isyarat Indonesia atau BISINDO, merupakan bahasa yang digunakan teman Tuli dalam berinteraksi dan komunikasi dalam kesehariannya. Namun, tidak semua teman Tuli juga menggunakan Bisindo dalam berkomunikasi. Ada yang menggunakan verbal dalam berkomunikasi dan ada pula yang menggunakan bahasa isyarat alami (bahasa ibu) dalam berinteraksi. Tidak semua orang dengar paham BISINDO, bahkan orangtua yang memiliki anak Tuli, juga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Dengan keterbatasan tersebut, perkembangan bahasa teman Tuli mengalami ketertinggalan dengan teman dengar pada umumnya.

Saat ini, BISINDO dapat kita pelajari di komunitas Tuli sekitar kita, organisasi Tuli, ada pula PUSBISINDO atau Pusat Bahasa Isyarat Indonesia. Di Pusbisindo, terdapat kelas bahasa isyarat dalam beberapa level. Pusbisindo di Indonesia belum semua daerah ada, hal ini dikarenakan SDM guru Tuli yang belum berkembang. Teman dengar yang sudah belajar Bisindo, dapat menjembatani informasi verbal yang dapat diinterpretasikan menjadi bahasa isyarat yang dipahami teman Tuli. Dengan semakin banyak akses informasi untuk teman Tuli, pengetahuan, kemampuan dan pengalaman teman Tuli dalam seminar, pelatihan, organisasi semakin bertambah.

  “Kan ilmu pengetahuan buat semua orang bukan hanya soal isu disabilitas aja,” tutur Pak A. Sirotol Mustakim seorang aktivis difabel.

Informasi tentang makanan sehat, merawat anak, gaya hidup sehat, musik, dan lain-lain juga dibutuhkan teman Tuli dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sejak dini, anak Tuli mempunyai hak memperoleh bahasa, baik itu bahasa verbal maupun bahasa isyarat ibu. Sering kali kita orang dengar kurang memperhatikan hal tersebut karena kita dapat mendengar, bagaimana jika kita tidak bisa mendengarkan channel TV kesukaan kita jika speaker tv kita rusak? Pasti kita ketinggalan acara kesukaan dan terlewat adegan bagusnya. Itu baru hanya sebagian dari kegiatan kehidupan sehari-hari.

Bagaimana jika sepanjang hari kita mendengarkan berita yang suara speakernya kecil?

Tidak akan bisa terbayangkan kita kesulitan akses informasi pada hari tersebut. Sama halnya dalam sebuah acara yang terdapat peserta Tuli, posisi yang jauh dari pembicara dan tidak adanya akses JBI, membuat teman Tuli ketertinggalan   dalam informasi pada saat acara itu berlangsung. Kesulitan bahasa isyarat juga dirasakan teman dengar saat kesulitan memperoleh JBI yang berkompeten dalam hal-hal khusus seperti pendampingan kasus, pendidikan, kesehatan, dll. Kesulitan tersebut sebenarnya dapat teratasi dengan teman dengar bersedia belajar bahasa isyarat agar tidak ketergantungan dengan JBI.

 Pak Ishak Salim, pengurus FORMASI Disabilitas juga menambahkan, “Aktivis Difabel bisa Bisindo merupakan satu kecakapan yang perlu dimiliki.” Dengan teman dengar belajar BISINDO, kita mendapat keuntungan dapat berkomunikasi langsung dengan teman Tuli, melatih gerak koordinasi otot dan otak yang dapat mengurangi risiko kepikunan, serta mendukung bahasa isyarat Indonesia menjadi bahasa isyarat nasional dan masih banyak lainnya.

 Peran JBI sebagai orang yang menjurubahasakan, baik verbal bahasa Indonesia ke BISINDO dan atau BISINDO ke verbal bahasa Indonesia maupun bahasa verbal lainnya. JBI dalam kemampuannya memerlukan pembelajaran yang spesifik, seperti JBI dengan latar belakang ‘ilmu pendidikan’ akan berbeda dengan JBI yang memiliki wawasan dengan ‘ilmu hukum’. Saat ini sedang dalam proses pembentukan asosisasi JBI di Indonesia semenjak diterbitkannya SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) Juru Bahasa Isyarat Tuli dan Dengar akhir tahun 2021 lalu.

Tidak hanya kemampuan saja, JBI juga punya etika saat bertugas seperti persiapan mempelajari materi sebelum bertugas dan briefing posisi saat akan bertugas. Sifat netral juga perlu dimiliki JBI saat bertugas, apalagi saat Tuli belum memahami pertanyaan dan JBI ditanyakan orang dengar lain tentang identitas dan budaya Tuli. Etika ini perlu dipelajari jika ingin belajar menjadi seorang juru bahasa isyarat.

Sebaran JBI saat ini sudah terdapat di beberapa provinsi di Indonesia, dari wilayah Aceh hingga Papua. Namun kemampuan JBI daerah terbatas dibandingkan JBI pusat di Jakarta. Untuk wilayah Indonesia bagian barat yang terdapat JBI yakni Aceh, Medan, Padang, Lampung, Serang, Jakarta, beberapa wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk wilayah Kalimantan pun terdapat Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur. Wilayah timur seperti Palu, Makassar, Bali, NTT, NTB, dan Papua sudah mulai berkembang relawan bahasa isyarat. Keterbatasan jumlah JBI di Indonesia sangat dipengaruhi oleh guru Tuli daerah sendiri yang belum berkembang optimal karena keterbatasan informasi yang dapat diakses maupun keterbatasan lingkungan yang masih memberi stigma, pengabaian, bahkan perampasan hak dasar dalam kehidupan sebagai bagian dalam masyarakat.

Contohnya JBI daerah Palu, Fira seorang JBI yang dapat bertugas waktu penuh di kota Palu sering kewalahan dalam memberikan pelayanan juru bahasa isyarat karena keterbatasan JBI yang tersedia. Baru Fira seorang yang dapat bekerja secara waktu penuh, sekitar 2-3 orang lainnya mempunyai pekerjaan tetap yang tidak bisa ditinggalkan untuk bertugas sebagai JBI. Fira juga menceritakan keterbatasan teman Tuli dalam hal informasi yang terkini karena tidak ada informasi yang akses sehingga pemahaman terkait isu terbaru pun, terlambat dalam mendapatkan informasi isu tersebut.

Dalam belajar menjadi JBI banyak tantangan yang dihadapi seperti perbedaan beberapa isyarat di tiap daerah layaknya bahasa daerah yang ada di Indonesia, keterbatasan pengetahuan yang dimiliki guru Tuli, penggunaan bahasa isyarat yang sudah dipelajari dan jarang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, etika saat bertugas menjadi JBI, serta ilmu linguistik bahasa isyarat yang belum dipelajari. Tantangan ini dapat kita hadapi dengan berempati menjadi teman Tuli, penguasaan bahasa isyarat penuh untuk berkomunikasi mengasah kemampuan kita dalam berisyarat. Tantangan lain yaitu menjadi profesional dalam praktik baik secara profesional (berbayar) maupun sebagai relawan (probono). Bertugas sebagai relawan, bukan berarti kita dapat mengabaikan kemampuan profesionalitas seorang JBI, etika pun melekat di waktu JBI bertugas sebagai relawan. Sekadar info, sekarang para JBI di Indonesia pun sudah mulai berproses membentuk asosiasi JBI Indonesia yang kedepannya akan pula dibentuk sertifikasi JBI. Karir menjadi seorang JBI di Indonesia pun kedepannya berpeluang besar karena pelibatan masyarakat Tuli dalam segala aspek pembangunan di Indonesia mulai berkembang pesat. Yuk kita mulai belajar bahasa isyarat di daerah masing-masing karena ada banyak keuntungan kita belajar BISINDO, selain melatih kordinasi otak dan tangan kita juga mendapat keuntungan lain yakni olahraga wajah, dapat berkomunikasi di tempat yang jauh, di dalam air saat snorkling.