Makassar – Hak mendapatkan informasi merupakan bagian dari hak dasar manusia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pasal 28F UUD 1945:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Jaminan pemenuhan hak atas informasi, sebagaimana diatur dalam pasal 28F UUD 1945, menjadi kewajiban bagi negara. Oleh karena itu pemerintah sebagai pelaksana negara kemudian mengatur hak ini dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Lahirnya Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No. 1 tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) kemudian memperjelas bahwa badan publik berkewajiban membuka informasi Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Bahkan, PerKI mengklasifikasikan informasi PBJ sebagai informasi yang wajib diumumkan secara berkala oleh badan publik dan secara otomatis juga menjadi informasi yang wajib tersedia setiap saat.

Pengawasan terhadap proses PBJ ini harus menjadi perhatian semua elemen masyarakat, termasuk juga penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Hal ini diperlukan untuk memastikan proses PBJ tidak ada kecurangan maupun korupsi sehingga pembangunan yang ada bisa dinikmati oleh semua warga negara tanpa terkecuali (no one left behind).

Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) sebagai organisasi yang bergerak dalam isu pembangunan inklusif disabilitas bekerja sama dengan ICW telah melakukan asesmen terhadap implementasi PerKI SLIP terkait PBJ. Upaya ini mempunyai dua tujuan utama. Pertama, untuk mengetahui bagaimana implementasi PerKI SLIP dan memetakan persoalan serta kebutuhan penguatannya. Kedua, mengawal pengadaan pada sektor pelayanan publik yang tengah menjadi fokus advokasi PerDIK dan jaringannya.

Asesmen dilakukan sejak Mei 2023 dengan cara mengajukan permohonan informasi PBJ ke PPID Provinsi Sulawesi Selatan sebagaimana mekanisme yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Alasan permohonan 3 paket PBJ ini karena kebutuhan advokasi PerDIK atas sarana-prasarana publik yang aksesibel. Dari tiga PBJ yang dimintakan informasinya tersebut, tak ada satu pun yang informasinya diperoleh secara lengkap.

No.Permintaan InformasiOPDInformasi yang DimintaInformasi yang DiperolehAlasan Pemilihan PBJ
1.Penataan RTH Kawasan CPI di Kota MakassarDinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan– Kontrak
– Kerangka Acuan Kerja
– Laporan Penyelesaian Pekerjaan
– Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan
– Studi Kelayakan
– Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
– Gambar Rancangan Pekerjaan
– Kontrak
– Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO)
– Berita acara Hasil Pemeriksaan Pekerjaan
– Surat Pernyataan Tanggung jawab Mutlak
– Gambar Proyek
Menguji aksesibilitas RTH dan terpenuhinya syarat AMDAL
2.Pengadaan Multivitamin bagi Baduta (1 palet isi 45 sch)Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan– Kontrak
– Kerangka Acuan Kerja
– Laporan Penyelesaian Pekerjaan
– Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan
– Kelompok Sasaran; ragam disabilitas, sebaran wilayah, dan jenis multivitamin
– Dokumentasi
– Surat Penyampaian Alokasi Distribusi Multivitamin
– Permenkes No. 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi beserta lampiran
 
3.Pengadaan Perpustakaan Digital Bookless LibraryDinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan– Kontrak
– Kerangka Acuan Kerja
– Laporan Penyelesaian Pekerjaan
– Berita Acara Pemeriksaan hasil pekerjaan
– Daftar obyek atau sekolah yang menjadi lokasi pelaksanaan proyek
Surat Pembatalan ProyekUntuk melihat dukungan pemerintah pada pendidikan inklusi

Dari proses yang telah berjalan sekitar enam bulan ini, PerDIK dan jaringan ICW melakukan pemetaan atas persoalan yang masih menjadi tantangan dalam mengupayakan keterbukaan informasi PBJ. Berikut merupakan catatan PerDIK dan ICW dari proses asesmen keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa di Sulawesi Selatan:

  1. Prosedur & Layanan
  2. Permintaan informasi melalui website (daring) masih terkendala down server dan aksesibilitas;
  3. Permintaan informasi secara langsung sudah cukup mudah, hanya saja petugas atau PPID tidak berada setiap saat di tempat/kantor;
  4. Ketidaksesuaian antara informasi yang diminta dan informasi yang diberikan
  5. Tata Kelola Informasi
  6. Tidak dipahaminya SOP terkait sistem dan mekanisme pengelolaan data;
  7. Pemberian informasi belum tepat waktu berdasarkan aturan yang ditetapkan melalui PerKI;
  8. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama tidak menguasai informasi sehingga membutuhkan waktu lebih lama karena harus meminta ke PPID Pelaksana/OPD;
  9. PPID OPD tidak menguasai informasi disebabkan informasinya dikelola oleh pihak ketiga
  10. Aksesibilitas Informasi
  11. Dokumen informasi yang diberikan berupa dokumen fisik (hardcopy) atau hasil pindai (scan) yang tidak aksesibel bagi aplikasi pembaca layar untuk disabilitas sensorik netra;
  12. Kurangnya pemahaman terkait dokumen yang ramah dan aksesibel;
  13. Tidak ada penjelasan terkait jenis informasi yang diberikan
  14. Birokrasi
  15. PPID masih merupakan jabatan rangkap;
  16. Adanya pergantian atau mutasi PPID yang mengakibatkan pada tidak terkelolanya informasi secara berkelanjutan

Dari catatan di atas, PerDIK dan ICW mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk memandang penting keberadaan PPID dengan semakin menguatkan posisi PPID Utama. Keberadaan PPID Utama di bawah Dinas Komunikasi dan Informasi mengakibatkan tanggung jawab pengelolaan informasi publik tidak dijalankan secara serius. Dengan PPID yang menjadi lembaga sendiri, tugas pokok dan fungsi (tupoksi); kapasitas, dan kecukupan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola informasi publik akan lebih teratur dan terjamin.

Selain manajemen manusia, pembenahan sistem informasi publik yang terintegrasi juga tidak kalah penting. Yang utama, usaha membuka informasi kepada publik tidak akan terjadi tanpa adanya komitmen yang tinggi dari pemerintah.***